Jumat, 13 November 2009

Baret Ungu

PANCA DHARMA SATYA RESIMEN NAHASISWA INDONESIA

1. Kami adalah mahasiswa warga Negara, negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2. Kami adalah mahasiswa yang sadar akan tanggung jawab serta kehormatan akan pembelaan negara dan tidak kenal menyerah.
3. Kami Putra Indonesia yang berjiwa ksatria dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.
4. Kami adalah mahasiswa yang menjunjung tinggi nama dan kehormatan Garba Ilmiah dan sadar akan hari depan Bangsa dan Negara.
5. Kami adalah mahasiswa yang memegang teguh disiplin lahir dan batin, percaya pada diri sendiri dan mengutamakan kepentingan Nasional di atas kepentingan pribadi mau pun golongan.


"Widya Castrena Dharma Siddha"
Semboyan ini berasal dari bahasa Sanskerta, berarti :
"Penyempurnaan pengabdian dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan seni kemiliteran"
Yang dimaksudkan oleh Ilmu Pengetahuan adalah segala macam cabang keilmuan yang didapat saat menjadi mahasiswa. Hal ini dipergunakan untuk menempuh jenjang karier, dengan tidak melupakan tujuan utama melakukan pengabdian pada masyarakat.
Sedangkan Seni Kemiliteran adalah yang bersangkutan dengan jiwa keperwiraan, keksatriaan serta kepemimpinan, bukan sekadar keahlian dalam bertempur atau pun yang sejenis.

U N G U adalah warna kebanggaan MENWA
Warna ini mempunyai arti :
Mulia
Berpengetahuan
Terpelajar

Makna tersebut dihadirkan dalam bentuk baret, yang menunjukkan bahwa segenap wira dan purnawira mustilah menjunjung sifat-sifat tersebut.
Warna ini dikenal dalam masa silam peradaban, ketika imperium Romawi menguasai sebagian besar daratan di Bumi. Warna ungu digunakan oleh para bangsawan, kaum akademis dan filosofis serta kaum terpelajar lain.

Menwa Sat 103 Mahasakti IAIN IB Padang

Keberadaan Resimen Mahasiswa (Menwa) memang memiliki akar sejarah yang panjang. Korps seperti ini sudah ada sejak zaman perang kemerdekaan. Waktu itu, kita mengenal “Corps Militer” (CM) yang bahu-membahu dengan rakyat bersenjata lainnya dalam melawan Belanda. Keterlibatan Menwa dalam aksi bela negara ini seakan-akan membenarkan keberadaan Menwa pada masa berikutnya.

Pada tahun 1958, para mahasiswa direkrut untuk mengikuti wajib latih militer untuk persiapan operasi Trikora di Irian Barat. Selama tiga bulan mereka dilatih pasukan militer di kodam-kodam setempat.

Tahun 1960-an, partai-partai masuk kampus melalui organisasi-organisasi kemahasiwaan, seperti GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia), dan CGMI (Centra Gerakan Mahasiswa Indonesia--afiliasi PKI). Waktu itulah ABRI memandang perlu membentuk organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi ke ABRI. Dengan dalih bela negara, mantan Menhankam Edi Sudrajat menilai, Menwa berperan penting dalam menghantam CGMI.

Sejalan dengan itu, para senior di Angkatan Bersenjata menginginkan agar keterlibatan mahasiswa dalam bela negara disistematisasi. Maka, dibentuklah Menwa di beberapa daerah. Waktu itu baretnya belum seragam. Ada yang berbaret merah, ada pula yang berbaret kuning. Akhirnya, mereka diseragamkan dalam baret ungu.

Secara legal, keberadaan Menwa dikukuhkan dengan dua Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menhankam/Pangab, Mendikbud, dan Mendagri. SKB tersebut adalah SKB No. Kep/39/XI/1975 yang ditindaklanjuti SKB No. Kep/02/I/1978.

Dalam SKB tersebut disebutkan, fungsi Menwa adalah sebagai stabilisator dan dinamisator kampus. Peran ini sempat dipertanyakan sejumlah anggorta DPR dan kalangan kampus. Soalnya, ada kesan seolah-olah Menwa telah menerima sebagian wewenang ABRI.

Penampilan fisik Menwa memang hampir tidak ada bedanya dengan tentara. Sehari-hari mereka memakai seragam hijau-hijau mirip ABRI. Bahkan, sejumlah oknum sering memakai seragam loreng, meski tindakan ini dianggap indisipiliner.

Organisasi Menwa juga berbeda dengan organisaisi kemahasiswaaan lainnya. Kalau senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berada di bawah pembinaan Pembantu Rektor III, Menwa malah langsung berada di bawah Rektor yang berkedudukan sebagai Kepala Markas Distrik.

Hirarki organisisasi Menwa juga tidak terbatas pada rektor. Mereka memiliki struktur organsasi yang langsung dibina aparat teritorial militer. Di tingkat daerah kemiliteran, mereka berada di bawah Komandan Resimen (Danmen), yang merupakan perwira aktif ABRI.

Dengan atribut fisik, karakter organisasi, dan fungsi yang ekslusif, ditambah ulah sejumlah oknum yang over acting, Menwa kerap mendapat penilaian bernada “miring”. Kalangan aktivis kampus sering menjuluki anggota Menwa sebagai “intel mahasiswa”.

Memang banyak bukti yang bisa ditunjuk. Dalam protes kenaikan SPP di sebuah kampus misalnya, Menwa malah bertindak sebagai “aparat” yang berhadapan dengan teman-temannya sendiri. Di Universitas Diponegoro Semarang, Menwa pernah menangkap dan mengintrogasi dua orang mahasiswa yang dicurigai menebarkan imbauan kepada teman-temannya untuk mengahadiri persidangan kasus Golput di pengadilan. Tak hanya itu. Di sejumlah kampus, bentrok fisik antara Menwa dengan “mahasiswa sipil” pun terjadi. Pada 18 Oktober 1994, Menwa Universitas Nasional Jakarta bentrok dengan mahasiswa pecinta alam dari almamater yang sama. Akibat bentrok ini, empat mahasiswa luka-luka, sebuah sepeda motor dan posko Menwa hangus terbakar.

Seiring dengan banyaknya kritik terhadap keberadaan Menwa, pada 11 Desember 1994, pemerintah kembali mengeluarkan SKB. SKB ini tentu bukan untuk membubarkan Menwa. Sebab, Menwa masih dianggap fungsional. SKB yang dikelurkan Menhankam, Mendikbud, dan Mendagri ini hanya menindaklanjuti SKB-SKB sebelumnya.

Menurut Menko Polkam Soesilo Sudarman memang ada perbedaan mendasar antara SKB baru dengan SKB-SKB sebelumnya. Perbedaannya antara lain menyangkut soal tanggung jawab pembinaan. Dalam SKB 1994 ini, Menwa secara tegas dinyatakan sebagai rakyat terlatih. Dengan demikian, tanggung jawab pembinaan dan pendidikannya menjadi tanggung jawab Menhankam.

Dalam kaitannya dengan kegiatan perguruan tinggi, pembinaan satuan Menwa di setiap perguruan tinggi menjadi tanggung jawab mendikbud. Sedang dalam hubungannya dengan Unit Kegiatan Mahasiswa di perguruan tinggi, pembinaan Menwa menjadi tanggung jawab pimpinan perguruan tinggi atau rektor.

Sementara itu, pembianaan teknis administratif Menwa dalam rangka pelaksanaan perlindungan massa (Linmas), fungsi ketertiban umum (Tibum), dan fungsi perlindungan rakyat (Linra), menjadi tanggung jawab mendagri.

Dalam pengorganisasian, SKB menetapkan, di daerah tingkat I, hanya ada satu Resimen Mahasiswa. Di tiap perguruan tinggi, hanya ada satu Satuan Menwa (Satmenwa). Jika di suatu daerah tingkat II ada lebih dari dua Satmenwa, dapat dibentuk satu Subresimen Mahasiswa.

Komandan Menwa (Danmenwa) adalah Asisten Teritorial atau wakil Aster Kasdam atau Korem setempat. Ia diangkat oleh Pangdam setempat. Sedangkan wakil Komandan Menwa dijabat oleh seorang dosen dari perguruan tinggi yang diangkat Pangdam. Kepala Staf Menwa sendiri dipilih dari salah seorang anggota Menwa. Ia sekurang-kurangnya sudah menduduki semester VI. Ia diangkat Dan Menwa atas persetujuan pimpinan perguruan tinggi.

Sebagai rakyat terlatih, Menwa berfungsi sebagai Wanra (Perlawanan Rakyat). Menwa digunakan Pangdam atau Danrem setelah koordinasi dengan pimpinan perguruan tinggi. Sebagai rakyat terlatih untuk fungsi Kamra (Keamanan Rakyat) Menwa digunakan kepolisisan setelah mendapat persetujuan Pangdam/Danrem dan pimpinan perguruan tinggi. Dalam hubungan kegiatan di luar perguruan tinggi, Menwa dapat membentuk satuan gabungan dengan sebutan batalyon atau kompi Menwa.

Mengenai penggunaan seragam, Menwa tidak dibenarkan lagi menggunakan seragam loreng. Untuk kegiatan sehari-hari di kampus, Menwa dianjurkan menggunakan pakaian dinas harian yang berwarna khaki. Sedang untuk kegiatan lapangan, pakaian seragam yang mereka gunakan adalah yang berwarna hijau.

Meski baju Menwa sudah tidak lagi loreng, “fungsi” dan “gaya” mereka belum juga berubah. “Bedak militerisme” yang amat tajam masih menutupi “wajah sipil” mereka. Kini, tatkala keberatan terhadap militerisasi sipil semakin menguat, keberadaan Menwa pun kembali digugat. (Jajang Jamaludin, dari berbagai sumber)

Rabu, 01 Juli 2009

Anak Pertamaku Lahir

Alhamdulillah, pada hari Rabu tanggal 01 Juli 2009 pukul 14.00 WIB, telah lahir anak pertamaku. Pada hari dia lahir ini, bertepatan pula dengan hari Bhayangkara.

"Mohon doa pengunjung sekalian, semoga putri saya menjadi anak yang sholehah dan berbakti kepada orang tua, bangsa dan agama. Amin."

Kami memberinya nama : Firsty Hasanah Pitos

Alhamdulillah, dia lahir dalam keadaan sehat dengan berat 3.0 Kg dan panjang 55 cm.

Minggu, 19 April 2009

Bergabung dengan Tribun Pekanbaru

Tepat sekitar pukul 11.00 WIB, saya menanda tangani PKWT dengan Harian Pagi Tribun Pekanbaru. Koran yang bermotokan "Spirit Baru Riau" ini merupakan koran sebuah koran terkemuka dan termasuk salah satu media di bawah asuhan Kompas Gramedia dengan anak perusahaannya Persda.

Atas karunia ini saya sangat berterima kasih sekali kepada Tuhan yang maha kuasa atas nikmat yang ia berikan ini. Karena, lima belas hari yang lalu saya baru saja mengundurkan diri dari DSP Sorek karena saya harus pulang kampung menyelesaikan urusan keluarga. Kecewa memang saat itu, namun saya ikhlas melepas semuanya.

Ternyata keikhlasan saya itu terbalaskan dengan karunia yang lain. Terima kasih Tuhan dan terima kasih juga kepada mantan Pimpred Posmetro Padang, bang Oktaveri dan mantan Korlip, Rahmatul Akbar alias Bang Camaik atas didikannya selama ini dalam melakukan peliputan berita. Sekarang keduanya bergabung dengan portal Antara Sumbar.

Karajo di bank

Saya tidak menyangka kalau saya akan lulus test di sebuah perusahaan jasa yakni PT ACI. Perusahaan ini menerima calon karyawan yang akan ditempatkan di sebuah bank simpan pinjam yang beroperasi di Riau. Namun, sangkaan saya ternyata salah. Pasalnya, saya diterima bekerja dan ditugaskan sebagai Teller di Danamon Simpan Pinjam (DSP) Unit Sorek Kecamatan pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Riau.

Kiranya, saya patut sedikit berbangga. Karena, latar pendidikan saya yang dari Jurusan SKI IAIN Imam Bonjol Padang bisa bekerja di sebuah instansi keuangan yang tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan saya. Kiranya ini juga menjadi kebanggaan bagi teman_teman saya satu jurusan dulu dan satu institut.

Waktu itu tanggal 02 Februari 2009. Saya menanda tangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Saat itu pula saya mengundurkan diri dari Harian Umum Riau Pesisir sebagai wartawan.

Jumat, 10 Oktober 2008

Semangat Baru Rakyat Pesisir

Hari Ini, Kamis 09 Oktober 2008 saya bergabung di Media Umum Riau Pesisir yang bermotokan "Semangat Baru Rakyat Pesisir". Koran harian ini bermako di Kota Minyak "Dumai".

Jumat, 05 September 2008

Rayakan HUT RI, Sawahlunto Nilai Kebersihan

- Sawahlunto Nilai Kebersihan Dinas, Kantor dan Sekolah
SAWAHLUNTO, METRO
Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Repoblik Indonesia (HUT RI) ke-63, Kota Sawahlunto menilai kebersihan dinas dan badan, kantor dan sekolah dari SD hingga SLTA. Hal ini beranjak dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebagai fasilitator kegiatan guna melihat kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap kebersihan dalam mempertahankan Adipura dan terpenting sebagai wujud mengisi kemerdekaan dengan sepenuh hati.

Ketua Tim Penilai, Indra Yosef Datmy yang ditemui POSMETRO mengatakan bahwa tim ini dibentuk oleh Walikota Sawahlunto dari unsur independen seperti dari Pers, Fortasi (Forum Kota Bersih), pengamat pertamanan dan Dewan Pendidikan yang berjalan bersama BLH sebagai fasilitator.

Dikatakan Indra, penilaian ini dilakukan dari tingkat desa hingga kota. Di tingkat desa dilakukan oleh Camat dengan penilaian terhadap SD dan SLTP di wilayahnya. Kemudian hasilnya dikirim ke tingkat kota sekaligus dengan peringkatnya. Sedangkan di tingkat kota, yang dinilai diantaranya dinas dan badan sebaganyak 6 unit, kantor 8 unit dan SLTA 7 unit.

"Sementara, unsur yang akan dinilai ada beberapa kategori yaitu tata ruang, kebersihan lingkungan, water cleaning (WC), taman, pembuangan dan pengelolaan sampah, Drainase (saluran air) dan pohon pelindung. Untuk penilaian sudah selesai dilaksanakan, Jumat (15/8) dan hasilnya dalam penyusunan tim," papar Indra.

Kemudian, lanjut Indra, untuk pengumuman pemenang nanti pada tanggal 17 Agustus 2008 pada saat penurunan bendera di Lapangan Sepak Bola Ombilin. Disini, untuk dinas, badan dan kantor yang akan diberikan peringkat tidak saja yang terbersih, tapi juga yang terkotor. Sebagaimana tahun lalu juga dilakukan seperti ini.

"Sehingga akan ada nantinya dinas, badan dan kantor yang mendapat juara I dan II terbersih dan terkotor. Dimana Juara I terbersih akan diberikan hadiah berupa tropi oleh Walikota, sedangkan yang terkotor akan diberikan hadiah berupa sapu dan alat kebersihan lainnya. Sebagaimana tahun sebelumnya juara I terkotor adalah Kantor Sat Pol PP dan juara II terkotor dalah Kantor Capil dan KB. Mudah-mudahan kejadian ini tidak terulang lagi pada penilaian tahun sekarang. Dimana hal ini patut dijadikan pelajaran dan budaya malu guna menjaga lingkungan tetap bersih. Karena Sawahlunto baru saja meraih Adipura kategori Kota Kecil," terang Indra.

Ditambahkan Indra, sebagaimana disampaikan Walikota kepadanya, penilaian ini tujuan edukasinya adalah mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan tetap bersih sesuai dengan konsep lingkungan hidup, "Bersih perkotaan" oleh BLH. (nph)

Saksi Ahli Dicecar 20 Pertanyaan

-Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Kakao
SAWAHLUNTO, METRO
Kasi Pengawasan dan Pengujian Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Provinsi Sumbar, Sukri SP kemarin dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Sawahlunto. Pertanyaan tersebut terkait keahliannya dalam pembibitan kakao (cokelat). Dari keterangannya, terungkap adanya bibit yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pada saat itu, Sukri didampingi rekan kerjanya, Kasi Sertifikasi BP2MB, Indra Iswara dan atasannya, Ir Yuzarwin Yusuf, Kepala BP2MB Provinsi Sumbar.

Kajari Sawahlunto melalui Kasi Pidsus, Deddi Taufik SH yang ditemui POSMETRO di kantornya mengatakan, saksi menyebutkan bahwa setiap badan usaha pembibitan yang akan mengadakan bibit harus memiliki Tanda Registrasi Usaha Perbenihan (TRUP) yang telah berlaku sejak tahun1992. Hal itu sesuai dengan pasal 48 UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman. Sebagaimana juga dijelaskan dalam PP Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.

"Sementara, rekanan yang ditunjuk dalam pengadaan bibit kakao di Dinas Pertanian dan Kehutanan Sawahlunto, tidak satupun yang memenuhi syarat sesuai dengan UU dan PP tersebut. Disini terindikasi yang menyimpang Panitia Pengadaan yang tidak mengindahkan UU dan PP tersebut. Padahal untuk TRUP dan pengadaan bibit, perusahaan tersbut harus memiliki TRUP dari Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB).

Diungkapkan Deddi, dari keterangan saksi tersebut juga terungkap bahwa Dinas Pertanian dan Kehutanan Sawahlunto tidak melakukan koordinasi dengan BP2MB Sumbar soal pengadaan bibit kakao tersebut. Begitupun pada waktu anuizing (penjelasan pekerjaan), panitia pengadaan barang dan jasa Dinas Pertanian dan Kehutanan Sawahlunto tidak pernah melibatkan BP2MB.

"Malahan ada PNS yang ikut mengadakan bibit tersebut. Padahal itu juga harus sesuai dengan UU dan PP tersebut. Karena, Kalaupun ada dari PNS Dinas atau penangkar, pembibit yang "Usaha Menambah Gaji dengan membibit di lahannya itu harus memiliki TRUP dan minimal izin kepala Dinas Pertanian kabupaten/kota. Hal ini jelas terindikasi penyimpangan," tegas Deddi.

Jadi, tambah Deddi, panitia wajib dan harus mengambil bibit sesuai dengan standar mutu benih tanaman perkebunan yang mengacu kepada petunjuk teknis dari Dirjen Perkebunan yang dikeluarkan Januari 1997. Dari itu pula diketahui bahwa spesifikasi bibit pun tidak tepat, dimana bibit harus berdaun minimal 10 lembar. Sehingga, kalau bibit berdaun 5 lembar sebagaimana dilakukan Panitia Sawahlunto, akan rentan terhadap kematian dan produksi tidak akan tercapai. Selanjutnya, sebelum disalurkan, harus memiliki surat keterangan mutu bibit (SKMB) dari BP2MB. Maka kalau SKMB tidak ada, legalitas bibit yang akan disalurkan tidak jelas dan tidak bisa diberi label. (nph)

Kakao Untuk Pejabat

SAWAHLUNTO, METRO
Polemik dugaan korupsi di Dinas Pertanian Sawahlunto terkait pengadaan bibit kakao tampaknya semakin melebar. Kenapa tidak, belasan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Sawahlunto ditemukan menerima bibit kakao tersebut. Pejabat tersebut bermacam-macam, mulai dari tingkat desa hingga PNS di dinas terkait, malahan ada anggota dewan.

Kajari Sawahlunto melalui Kasi Pidsus Kejari Sawahlunto, Deddi Taufik SH kepada POSMETRO mengatakan bahwa dari 19 saksi yang telah diperiksa, baik itu saksi ahli dan rekanan dugaan korupsi pengadaan bibit kakao tersebut semakin melebar. Karena, dari keterangan saksi yang telah diperiksa tersebut diketahui adanya pejabat yang menerima bibit kakao tersebut.

"Setidaknya ada 18 orang pejabat yang disebutkan dan semuanya telah kita periksa. Mereka ada yang berasal dari dinas, DPRD, kecamatan dan desa. Ketika mereka diperiksa, mereka mengaku mencari nafkah tambahan atau lebih sering disebut Usaha Menambah Gaji (UMG)," ungkap Deddi.

Ditambahkan Deddi, jumlah bibit kakao yang diterima oleh 18 orang pejabat tersebut sekitar 12.775 batang. Hal ini jelas telah menyalahi ketentuan yang ada. Dimana penerima bantuan tersebut tidak termasuk di dalamnya pejabat.

"Mengenai nama pejabat tersebut nanti akan disertakan dalam saksi dan tersangka," sebut Deddi singkat. (nph)

Kepala Dinas Pertanian Sawahlunto Diperiksa

-Tersangka segera Ditetapkan
SAWAHLUNTO, METRO
Kepala Dinas Pertanian Sawahlunto, Ir H Irsal MSi dan Kabid Bina Produksi, Efli Rahmat serta Bendaharawan dinas tersebut, Emi Maria diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Sawahlunto. Mereka diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi dalam pengadaan bibit kakao pada dinas tersebut. Disamping itu, 5 orang rekanan juga diperiksa bersama mereka. Dengan demikian, Kejari Sawahlunto telah memeriksa 18 orang saksi dalam kasus kakao tersebut.

Kajari Sawahlunto, Salim Zikri SH MH didampingi Kasi Pidsus Kejari Sawahlunto, Deddi Taufik SH kepada POSMETRO membenarkan bahwa pihaknya telah memeriksa Kepala Dinas Pertanian Sawahlunto, Ir H Irsal MSi dan Kabid Bina Produksi, Efli Rahmat serta Bendaharawan dinas tersebut, Emi Maria.

Dikatakan Taufik, dari keterangan mereka, telah terlihat titik terang siapa dalang semua ini. Dengan artikata, sudah semakin jelas tersangka yang telah membuat negara rugi ratusan juta tersebut. Ditambah lagi keterangan 5 orang saksi dari rekanan. Untuk itu, tersangkanya segera ditangkap dan akan dijebloskan ke dalam penjara.

"Hingga saat ini, setidaknya kita telah memeriksa 18 orang saksi dan termasuk tiga orang penting di Dinas Pertanian Sawahlunto. Untuk itu, kita segera menentukan sekaligus menangkap tersangka. Soal nama nanti saja, yang jelas tersangkanya yang berjalan di luar koridor," ungkap Taufik.

Sementara, pada pemeriksaan 10 orang saksi sebelumnya telah terungkap bahwa pengadaan ribuan bibit kakau oleh panitia pengadaan barang dan jasa Pada Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan Kota Sawahlunto dilakukan dengan memecah paket pengadaan bibit kakau tersebut menjadi belasan paket. Malahan terindikasi hanya meminjam nama perusahaan seseorang sebagai pelaksana dengan sistim penunjukan langsung (PL). Dimana masing-masing rekanan kebagian uang kurang dari Rp 50 juta sesuai dengan Keppres 80.

Hal itu merupakan salah satu hal yang terindikasi menyimpang dalam pengadaan bibit kakau tahun 2005 tersebut. Dimana APBD Kota Sawahlunto yang terpakai untuk bibit kakau sebanyak 450 ribu batang itu adalah Rp 900 juta. Malahan dana tersebut dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Sawahlunto. Disini juga terindikasi adanya penyimpangan yang mencolok.

Diantara rekanan yang mendapat dibawah Rp 50 juta dalam pembagian pemecahan paket tersebut adalah CV Pandawa Citra Mandiri senilai Rp 49,925 juta, CV Wira Utama senilai Rp 49,025 juta dan CV Duta Manggala senilai Rp 49,960 juta. Kemudian CV Putra Banyumas senilai Rp 49,550 juta, CV Bersa Hakersi senilai Rp 49,600 juta, CV Karya Bersaudara senilai Rp 49,900 juta.

Seterusnya, CV Warna Utama senilai Rp 49,550 juta, CV Marco juga senilai Rp 49,550 juta. Sementara, CV Lestari dan CV Palito Talawi juga mendapat nilai sama yaitu senilai Rp 49,550 juta. Selanjutnya, CV Guntur senilai Rp 49,925 juta, CV Lubuk senilai Rp 49,600 juta, CV Cikal Perdana senilai Rp 39,925 juta dan CV Berlian Jaya kebagian senilai Rp 49,300 juta. Seterusnya, CV Aini senilai Rp 49,925 juta, Fa Emkazet senilai Rp 29,825 juta, CV Valrico Wiranusa senilai Rp 39,925 juta dan terakhir CV Lestari senilai Rp 49,925 juta. (nph)