Senin, 29 Oktober 2007

Hidup di Jaruai dengan Pendapatan Rendah


Warga Perumahan Korban Bencana Alam Gates
Hidup di Jaruai dengan Pendapatan Rendah
Anak-anak Banyak yang Putus Sekolah

NOLPITOS HENDRI-BUNGUIH BARAT

Ditengah himpitan ekonomi dan tantangan zaman yang semakin maju, warga di perumahan korban bencana alam Gates di Kelurahan Bungus Barat Kecamatan Bunguih Taluak Kabuang masih hidup dalam serba kekurangan. Selain kekurangan pendapatan juga kekurangan pendidikan. Kenapa tidak, untuk makan sehari-hari saja mereka sudah sulit apalagi untuk menyekolahkan anak-anak mereka yang masih berada dalam usia pendidikan.

Mengungkap hal ini, beberapa orang keluarga di perumahan tersebut yang didatangi POSMETRO mengungkapkan hal yang hampir senada bahwa mereka hanya berpendapatan rendah. Malahan mereka ada yang menangis mengenang nasib mereka. Namun apa daya mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan bukan pula pegawai negeri atau pengusaha.

Datuak (45) seorang kepala rumah tangga menyebutkan, sebagai ujung tombak dalam keluarga, dirinya mempunyai tanggung jawab yang besar dalam kelangsungan hidup keluarganya. Namun, dengan hanya bekerja sebagai kuli angkat, dirinya hanya berpendapatan rendah. Untuk biaya makan sehari-hari kadang tidak cukup apalagi untuk sekolah.

Sehingga dua orang anaknya terpaksa membantu dirinya dengan bekerja sebagai kuli angkat pula. Dengan demikian, walaupun sudah mencukupi untuk kehidupan sehari dengan menu seadanya, namun tidak untuk pendidikan. Sehingga, mereka yang seharusnya berada di sekolah untuk belajar terpaksa berada di tengah kerasnya alam sebagai pekerja.

Kemudian, seorang ibu rumah tangga yang juga korban bencana alam Gates, Amai (38) kepada POSMETRO mengatakan, kalau untuk hidup sehari-hari, pendapatan suaminya hanya cukup untuk dua orang saja. Sementara untuk anak-anaknya tidaklah cukup. Sehingga, tiga orang anaknya terpaksa merantau ke Kepulauan Riau.

Sementara, mereka bertiga masih dalam usia pendidikan. Seharusnya anaknya yang sulung sekarang berada di perguruan tinggi untuk kuliah. Sedangkan anaknya yang kedua dan ketiga seharusnya duduk di bangku sekolah SLTA. Namun, karena tuntutan hidup yang serba kekurangan terpaksa mereka mengais rezeki ke perantauan.

"Laki awak ndak ado di rumah kini do nak, inyo pai karajo, tapi karajo tu alun tau ado lai. antah lai ka mambaok piti pulang antalah tidak, karano inyo indak punyo karajo tatap do. Anak ambo indak pula pagawai do, tu ma nyo pai marantau ka kapulauan Riau. Sampai kini alun ado pulo bakirim pitih sajak pai 2 tahun nan lalu. Karano di parantauan inyo sabuik dalam surek nyo hanyo bakarajo jadi tukang ojek jo palayan rumah makan," ungkap Amai sambil menyapu matanya yang mulai berkaca-kaca.

Tidak ada komentar: