Rabu, 16 Januari 2008

Produksi Padi Sumbar Lamban

Tanah Pertanian Mengalami Kejenuhan
Sebagai Akibat dari Bahan Kimia dan Pangaturan Air

PADANG, METRO

Dilihat dari kenyataan hingga saat ini, produksi padi Sumbar terkesan lambat. Hal ini setidaknya disebabkan karena tanah yang dijadikan areal pertanian sudah mengalami kejenuhan. Hal ini sebagai akibat dari penggunaan bahan kimia dalam pengolahan tanah oleh petani. Untuk itu, pengetahuan perlu petani dan keterampilan perlu ditingkatkan dengan penyuluhan.

Hal ini disapaikan Gubernur Sumbar, H Gamawan Fauzi dalam sambutannya yang disampaikan asisten II, Surya Dharma Sabirin pada pembukaan acara Seminar dan Lokakarya Nasional Strategi dan Dukungan Kajian Akademis Penerapan "The System of Rice Intensification" (SRI) di Universitas Andalas (Unand), Selasa (15/1).

Lebih jauh dijelaskan Gubernur, berkaitan dengan program SRI ini, perlu kiranya dilihat kenyataan perkembangan usaha pertanian di Sumbar saat ini. Dari jumlah total kepala keluarga sebanyak 1.110.700 kepala keluarga (KK) yang bertumpu kepada pertanian mencapai 476.800 KK. Mereka mengusahakan tanaman padi dan palawija.

Dilanjutkan Gubernur, sementara pencapaian peningkatan produksi padi sawah beberapa tahun terakhir terasa agak lambat atau mencapai "leveling off" (level mati). Sehingga rata-rata produktivitas yang dicapai berkisar antara 44,86 kw/ha tahun 2000 dan 45,22 kw/ha tahun 2006.

"Bila kita analisa secara ekonomi dengan membandingkan beberapa komponen ongkos produksi seperti biaya keperluan sarana produksi, biaya sewa lahan dan biaya upah tenaga kerja, maka usaha tani padi sawah hanya mendapatkan keuntungan yang minim sekali. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti tingginya ketergantungan petani kita akan kebutuhan dan menggunakan pupuk an-organik (pupuk pabrikan). Akibatnya, unsur mikro organisme tidak berfungsi di dalam tanah karena tanah telah mengalami kejenuhan," ungkap Gubernur.

Dilanjutkan Gubernur, sedangkan yang menyebabkan kejenuhan tanah ini akibat penggunaan pestisida yang tidak teratur. Sehingga tujuannya untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman tercapai dan sekaligus mengakibatkan rusaknya ekosistem lingkungan tanaman. Kemudian juga disebabkan oleh penggunaan dan pengaturan air yang berlebihan serta penggunaan benih unggul yang kurang bermutu.

"Sehingga untuk ke depannya, para petani harus diberdayakan dan diberikan penyuluhan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahun mereka akan bahaya dan keuntungan menggunakan bahan-bahan kimia. Selain itu juga memberikan pengetahuan untuk membuat pupuk organik yang tidak mempunyai efek samping," terang Gubernur.

Sementara Rektor Unand, Prof Dr H Musliar Kasim MS kepada POSMETRO mengakui banyaknya tanah pertanian yang sudah rusak atau mencapai titik jenuh akibat bahan kimia dan kurang terampilnya petani. Untuk itu perlu diberikan penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Kemudian juga mengajarkan kepada mereka cara pembuatan pupuk organik dan yang ahannya ada di lingkungan petani itu sendiri.

"Karena, sebagai akibat dari kejenuhan tanah itu dalah berkurangnya produksi padi. Dengan demikian, yang akan menderita kerugian itu adalah petani sendiri. Lambat laun juga akan mengakibatkan musim kekurangan pangan teriutama beras", ungkap Musliar Kasim. (nph)

Tidak ada komentar: